Credit Photo: simplelivingaustralia.au
Sepertinya tidak akan pernah habis cerita, bila kita berbicara tentang dunia mahasiswa. Selalu ada kisah unik serta menarik dari seluk-beluk dunia mahasiswa. Mulai dari dunia yang sangat didambakan oleh lulusan SMA, dunia untuk berproses guna mengepakkan sayap mimpi setinggi-tingginya, dunia untuk mencicipi miniatur kerasnya kehidupan pasca kampus, hingga dunia untuk belajar ikhlas dalam melakukan segala sesuatunya. Satu hal yang pasti, kata kunci yang menghiasi mahasiswa dari Sabang hingga Merauke adalah masalah manajemen waktu. Beragam tuntutan senantiasa mengiringi setiap langkah kaki mahasiswa. Mulai dari tuntutan akademik yang harus bagus, tuntutan dari masyarakat sebagai salah satu agen perubahan, hingga tuntutan dunia organisasi kampus. Bahkan, bagi mahasiswa yang gabut pun juga membutuhkan manajemen waktu agar kegabutannya lebih tertata.
Dalam beberapa momen berbicara di depan mahasiswa baru maupun lama, template pertanyaan yang senantiasa penulis dapatkan adalah tentang bagaimana mengatur waktu. Karena tidak bisa dipungkiri, manajemen waktu menjadi salah satu faktor untuk menentukan seberapa sukses mahasiswa tersebut. Tentu, menjadi sebuah kisah klasik bila kita membandingkan dua orang mahasiswa yang sama-sama memiliki waktu 24 jam. Namun, pencapaian keduanya bagaikan langit dan bumi. Yang satu memiliki kebiasaan mengharumkan nama kampus di even perlombaan, sementara mahasiswa satunya masih sibuk berperang dengan nilai IPK yang tidak kunjung naik. Tentu, masih banyak faktor lain yang bisa jadi menjadi penentu. Misalnya faktor finansial hingga ketekunan dalam mengasah passion atau minat. Tapi, yang perlu digaris bawahi adalah manajemen waktu mutlak dibutuhkan oleh mahasiswa agar dapat survive di kampus.
Manajemen waktu adalah bagian dari manajemen diri. Tentu, kita perlu mencari tahu mengapa seorang mahasiswa harus melakukan strategi manajemen diri. Ada yang mengatakan untuk mempermudah, ada juga yang berpendapat agar tertata, dan lain sebagainya. Pandangan tersebut tidaklah salah. Namun, bagi penulis, alasan mendasar seorang mahasiswa melakukan manajemen diri adalah karena keterbatasan waktu yang dimiliki. Tuntutan yang banyak, ambisi yang beragam, dan mimpi yang besar, tidak sebanding dengan waktu yang dimiliki. Kita dan Barack Obama, atau Ir. Sukarno, atau pemimpin besar lainnya memiliki kesamaan yakni mempunyai 24 jam dalam sehari. Namun, yang membedakan adalah bagaimana masing-masing orang mengelola detik demi detik yang telah dimilikinya untuk melakukan transformasi.
Tips yang biasa diberikan oleh orang-orang hebat di kampus mengenai manajemen waktu mayoritas melingkupi dua hal. Yakni membuat to do list dan mengatur skala prioritas. Hemat penulis, perlu ada pembaharuan strategi, apalagi mahasiswa kini mendapatkan tantangan dari Revolusi Industri 4.0. Abad perubahan yang bila kita tidak bisa mengontrol arus disrupsi, maka besar kemungkinan kita akan terdisrupsi, menyingkir dari persaingan nasional hingga global. Beberapa Psikolog sudah mulai memperkenalkan manajemen energi untuk mengimbangi manajemen waktu, guna tetap menjaga produktivitas dalam berkarya bagi mahasiswa.
Logikanya, seseorang mahasiswa tidak akan bisa melakukan list kegiatan yang telah terjadwal, bila ia terlalu capek. Sehingga istirahat dalam manajemen energi memiliki peran yang sangat krusial. Terakhir, manajemen diri adalah sebuah ilmu praktek, bukan sekadar teori. Kita tahu teorinya namun tidak kunjung mengaplikasikannya. Bukan perubahan yang akan kita dapat, melainkan justru kemunduran.
Comments 3