Credit Photo: telanganatoday.com
Satu hal standar yang dapat menjadi pembeda antara satu mahasiswa dengan mahasiswa lainya adalah tentang nilai IPK atau Indeks Prestasi Kumulatif. Karena dari sana kita bisa melihat bagaimana sistem belajar seseorang dapat sangat mempengaruhi pencapaian. Terlepas ia seorang aktivis organisasi, aktivis lomba, ataupun aktivis pengabdian.
Mungkin beberapa dari kita sering mendengar bahwa IPK itu tidak penting. IPK tinggi tidak menjamin masa depan seseorang. Penulis tidak sepenuhnya menolak pernyataan itu. Apalagi di era industri 4.0 seperti sekarang, IPK tidak lagi menjadi prioritas dalam bersaing. Hal serupa dilansir oleh WEF (World Economic Forum), yang paling dicari oleh pembuka lapangan pekerjaan adalah Complex Problem Solving baru diikuti Critical Thinking.
Bisa dibilang IPK hanya mengantar seseorang lolos persyaratan administratif. Selebihnya, skill dan pengalaman yang akan menolong. Namun yang menjadi masalah adalah kebanyakan dari kita, menjadikan alasan ini untuk malas belajar dan tidak melakukan kegiatan bermanfaat. Logikanya, IPK yang tinggi saja belum menjamin, apalagi IPK yang biasa-biasa saja.
Sebenci-bencinya seorang mahasiswa terhadap jurusannya, sudah sepantasnya harus berdamai dengan IPK. Karena perusahaan atau tempat kerja dapat melihat seberapa serius kita memegang amanah adalah melalui besaran nilai IPK. Menjadi mahasiswa dengan kesempatan belajar di jurusan adalah sebuah amanah, maka cara untuk membuktikan amanah tersebut adalah dengan tetap menjaga nilai IPK aman sesuai prasyarat.
Lantas, bagaimana menyiasati belajar di tengah kesibukan yang tidak terdefinisikan agar efektif? Berikut adalah beberapa tips yang dapat dijadikan referensi.
- Fokus
Ini adalah syarat utama dan pertama. Seperti halnya kaca pembesar, ia dapat memfokuskan sinar matahari hingga dapat membakar kertas atau pun dedaunan. Begitu juga seharusnya dengan otak manusia. Bila kita tidak paham-paham dengan apa yang dijelaskan oleh dosen, sangat mungkin kita masih belum bisa sepenuhnya fokus. Tangan yang masih belum bisa lepas dari smartphone ketika di kelas, atau bahkan sesekali mengecek notifikasi media sosial selama kelas berlangsung.
Ketika perlu untuk berlaku adil, menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Di kelas adalah tempatnya belajar, bukan main handphone, apalagi rapat. Segala urusan yang tidak berkaitan dengan akademik, singkirkan terlebih dahulu, apalagi ketika dosen sudah mulai menjelaskan. Di luar kelas mungkin kamu adalah ketua organisasi, tanggung jawab kamu untuk masyarakatmu. Namun, ketika di dalam kelas, tanggung jawabmu adalah penyedia beasiswa. Bagaimana pengetahuanmu bertambah lantaran ikut kelas.
- Pastikan Paham
Ada banyak peluang untuk tidak paham. Tapi, pastikan mencerna setiap penjelasan dari dosen, berusaha maksimal untuk memahaminya. Namun, bila belum sepenuhnya paham, langkah yang harus diambil adalah mencari pemahaman. Cara yang paling praktis adalah dengan bertanya.
Masalahnya, mayoritas dari kita sering melakukan pembiaran dan menunggu ketika mendekati ujian. Padahal, kurikulum di perguruan tinggi, khususnya sains disusun bertingkat. Kita tidak akan bisa paham materi selanjutnya apabila tidak paham materi sebelumnya. Sehingga kita perlu memastikan bahwa kita benar-benar paham.
Jadi, apakah ada yang namanya mata kuliah yang susah? Penulis kira tidak ada. Yang ada hanyalah kita yang belum maksimal dalam berusaha untuk belajar dan memahami lebih dalam. Selagi itu adalah ilmu dunia, sangat mungkin manusia yang merupakan ras cerdas dapat menguasai dan mentransformasikan untuk kebaikan bangsa dan negara.
Comments 1