Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berinisial RAN (19) kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus hoaks pelecehan seksual di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNY.
Sebelumnya media sosial diramaikan dengan kontroversi salah seorang mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mengunggah tuduhan pelecehan seksual yang dialaminya.
Dalam unggahannya di media sosial, mahasiswi tersebut mengungkapkan ancaman dari MF terkait penyebaran foto telanjangnya.
Namun setelah ditelusuri, pengunggahnya adalah RAN, yang bahkan bukan seorang perempuan. Dan sosok mahasiswi dalam narasi tersebut adalah fiktif belaka.
Polisi mengungkap modus pelaku yang terlibat dalam menyebarkan informasi palsu yang menuding rekan satu fakultasnya, MF (21), sebagai pelaku pelecehan seksual terhadap mahasiswa baru.
Modus pelaku terungkap melalui penggunaan akun palsu dengan nama @Akun*** di Twitter.
Dalam postingannya, RAN membuat tangkapan layar yang dibuat sendiri dan menuliskan informasi palsu yang menyeret nama MF sebagai pelaku kekerasan seksual.
Polisi mengonfirmasi bahwa akun tersebut adalah milik RAN, dan mereka menangkapnya setelah menyelidiki kasus tersebut.
Kabid Humas Polda DIY, Kombes Nugroho Arianto, menjelaskan bahwa RAN menggunakan modus tersebut untuk menyebarkan kabar bohong yang merusak reputasi rekan sejawatnya.
Motif Sakit Hati dan Konflik Personal
Motif sakit hati menjadi pendorong di balik kasus hoaks pelecehan seksual di lingkungan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Pelaku, berinisial RAN (19), merasa tersinggung setelah ditolak saat mendaftar menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNY.
Selain itu, rasa sakit hati semakin terbuka saat RAN ditegur oleh korban, MF (21), ketika menjadi panitia sebuah acara kampus.
Rasa sakit hati RAN tidak hanya berkaitan dengan penolakan di BEM FMIPA UNY, tetapi juga karena tak diterima saat mendaftar ke Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNY.
Hal ini diakui oleh Ketua BEM FMIPA UNY, Doni Setyawan, yang membenarkan bahwa RAN sempat mendaftar menjadi anggota BEM tetapi tidak diterima.
Tersangka, RAN (19), dan korban, MF (21), sebelumnya telah terlibat dalam satu kepanitiaan acara di Fakultas MIPA UNY.
Doni Setyawan, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA UNY, menjelaskan bahwa RAN dan MF pernah tergabung dalam kepanitiaan acara, dimana MF menjabat sebagai ketua panitia.
Saat itu, MF melakukan teguran kepada RAN, yang pada waktu itu menjadi anggota panitia.
Sanksi Hukum dan Akademis
Pelaku hoaks pelecehan seksual ini dapat dijerat dengan Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) dan/atau Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.
Sanksi akademis yang mungkin diterapkan untuk pelaku adalah drop out (DO), meskipun keputusan akhir masih menunggu hasil diskusi dengan pimpinan fakultas.
Kasus ini memperlihatkan bahwa konflik personal di antara mahasiswa dapat berdampak lebih luas, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Penanganan konflik dan penerapan disiplin di lingkungan kampus menjadi penting untuk mencegah masalah dan menjaga keamanan serta kesejahteraan anggota kampus.
Dalam menghadapi tuduhan pelecehan seksual di lingkungan Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Dekan FMIPA, Prof Dr Dadan Rosana MSi, menegaskan bahwa kabar tersebut adalah hoaks.
Sejak awal, pihaknya juga menduga bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar.
Dalam hal ini, penting bagi perguruan tinggi untuk memiliki mekanisme penyelesaian konflik yang efektif dan adil.