Hai sobat Campuspedia, Kenal Suku Tengger? Siapa nih yang suka travelling? Udah pernah berwisata ke Gunung Bromo? Kalau pernah kalian sudah menikmati pesona Bromo dari sisi mana aja nih? Pernah nggak kalian mengamati keunikan warga lokal disana? Hmm, sayang banget lho kalau kalian hanya menikmati pesona alam Bromo tetapi kurang interaksi sama warga lokalnya. Jadi, di Bromo itu tidak lepas dari masyarakat Suku Tengger. Siapa sih yang disebut masyarakat Tengger itu?
Istilah Tengger diambil dari nama Roro an-Teng dan Joko se-Ger. Roro Anteng merupakan putri dari Brawijaya dan Joko Seger putra seorang Brahmana, dimana keduanya merupakan suami istri yang menurut legenda mereka berjanji pada Dewa untuk menyerahkan putra bungsu mereka yaitu Raden Kusuma, dengan hal tesebut merupakan sebagai awal mula terjadinya upacara Kasada (Widyaprakosa, 1994: 28).
Jadi yang disebut masyarakat Suku Tengger adalah orang-orang yang hidup menetap di wilayah kaki Gunung Bromo secara turun menurun, meliputi wilayah Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Probolinggo. Dan mereka masih mempertahankan adat istiadat dan budaya yang sangat khas.
Nah kali ini kita bahas yuk hal-hal unik yang bisa kalian temui ketika berada di Suku Bangsa Tengger:
1. Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Suku Tengger adalah bahasa Jawa dengan dialek Tengger. Ciri yang paling mencolok dari penggunaan bahasa ini itu masih mempergunakan kata-kata di dalam bahasa Jawa kuno lho, ucapan berbunyi “a” pada akhir suku kata, bukannya diucapkan “o” seperti pada kebanyakan bahasa Jawa dialek Jawa Tengah atau Jawa Timur (Sayektiningsih,dkk.2008). Nah contoh penggunaan dialek Tengger seperti ingsun (aku), rika (kamu), paran (apa). Dalam penggunaan bahasa juga mengenal tingkatan seperti kromo dan ngoko.
2. Penggunaan Sarung
Kalau kalian lihat masyarakat Suku Tengger masih sering menggunakan sarung ternyata punya makna, lho. Selain berrfungsi untuk melindungi suhu tubuh dari udara dingin pegunungan, sarung juga dipercaya berfungsi untuk mengendalikan perilaku dan ucapan masyarakat. Wah makna yang sangat mendalam ya. Nah, penggunaan sarung ini masih dilakukan oleh hampir semua masyarakat Tengger, mulai usia muda sampai tua, laki-laki dan perempuan.
3. Upacara Kasada
Upacara ini juga dikenal dengan sebutan upacara Yadnya Kasada. Hal ini dilakukan sebagai bentuk persembahan untuk Sang Hyang Widi sebagai wujud syukur atas karunia yang di berikan kepada masyarakat Suku Tengger. Adanya upacara ini menjadikan suatu ikon budaya di Gunung bromo dan menarik satawan untuk berkunjung.
Yadna Kasada merupakan upacara keagamaan yang dilakukan masyarakat Suku Tengger bentuknya berupa pengiriman kurban kepada leluhur mereka yang ada di kawah Gunung Bromo. Upacara tersebut tidak terlepas dari kisah pada akhir jaman Majapahit terdapat seorang putri Roro Anteng yang menikah dengan Joko Seger. Serunya, upacara ini dilakukan pada malam hari hingga matahari terbit lho. Kalau kalian berminat menyaksikan bisa cari-cari infonya kapan pelaksanannya ya.
4. Sesaji berupa Ongkek
Ongkek merupakan hasil bumi, hewan ternak, maupun makanan yang di bawa orang-orang Tengger untuk dimintai berkah dan doa melalui dukun. Ongkek ternyata dianggap sebagai lambang kesuburan, ketentraman, dan kedamaian bagi penduduk Tengger. Dukun berdoa pada dewa dan memberkahi persembahan penduduk. Jangan heran kalau peran dukun bagi masyarakat Tengger masih kuat, karena peran dukun dianggap sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Suku Tengger. Secara struktural dukun adat dalam kehidupan Masyarakat Suku Tengger tergolong sebagai orang-orang terpandang dan menjadi tokoh panutan masyarakat lho,bahkan lebih dihormati dibanding lembaga pemerintahan desa.
5. Upacara unan-unan
Upacara ini dilaksanakan setiap lima tahun sekali di kaki Gunung Bromo. Sesuai dengan kepercayaan Hindu Mahayana, upacara ini dimaksudkan untuk bersih desa, agar terbebas dari gangguan makhluk halus dan memohon agar para arwah dapat menuju nirwana. Toleransi yang amat kuat ditanamkan orang tua kepada anak-anaknya, sehingga antar umat beragama pun saling menghargai. Sesaji yang diberikan berupa sate daging kerbau, tumpeng, dan jajanan pasar. Uniknya kepala, kulit dan kaki kerbau yang telah disembelih dibiarkan utuh. Sesaji yang telah disiapkan dihias dengan bunga di atas ancak atau keranda bambu. Suku Tengger ketika melakukan upacara ini keliling desa dan berakhir di rumah kepala desa untuk menyantap hidangan makanan yang telah disiapkan.
Tuhkan guys banyak keunikan pada masyarakat Suku Tengger yang ternyata di dalamnya berbagai makna positif yang bisa kita ketahui. Jadi, hargailah persatuan Indonesia, jangan lupa cinta damai dan selalu bersyukur ya!