Credit photo: http://exclusive.multibriefs.com/content/ell-writing-skills-cultural-patterns-stand-out/education
Menjadi mahasiswa tidak serta merta harus berkutat pada bangku kuliah belaka. Ada dunia-dunia yang harus diselami, ada sektor-sektor yang harus dicoba dan ada daerah-daerah yang harus dijelajahi, “mumpung masih mahasiswa”. Keaktifan seorang mahasiswa pada kelompok tertentu dapat mengasah minimal satu kemampuan, yakni kemampuan menyampaikan pendapat. Lebih jauh berbicara tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh mahasiswa, selain public speaking, mahasiswa harus memiliki skill menulis.
Pramoedya Ananta Toer, salah seorang sastrawan kebanggaan Indonesia pernah mengatakan, “Percuma seseorang memiliki ilmu setinggi langit, tanpa menulis, ia akan dilupakan oleh sejarah”. Menulis adalah proses menuju keabadian. Di era sebelum reformasi, menulis seolah menjadi keahlian yang wajib dimiliki. Mereka para penggerak perubahan menjadikan pena dan tinta sebagai sebuah alat untuk menyuarakan gagasan perubahan. Tak jarang, beberapa mahasiswa ditangkap, hingga koran Tempo di masa orde baru sempat dibredel, lantaran gagasan perubahan berbentuk tulisan, mengancam keberlangsungan rezim saat itu.
Di era millenial seperti sekarang, mahasiswa tentunya harus memiliki kompetensi serupa, untuk bisa bersaing di mana-mana. Kita tidak perlu menunda untuk belajar menulis, atau bahkan memaki bahwa menulis hanyalah kegiatan menguras otak, tidak berfaedah, bahkan membuat jari keriting lantaran capek menulis. Tapi, terima atau tidak, suka atau pun tidak, kita sebagai mahasiswa setidaknya dituntut untuk menulis minimal sekali selama perkuliahan. Yakni menulis tugas akhir, beberapa orang menyebutnya sebagai skripsi.
Hemat penulis, lebih baik dimulai dari sekarang belajar menulisnya. Jangan melulu ditunda, nanti atau esok yang akan datang. Semakin awal kita memulai belajar, maka semakin banyak pelajaran dari kegagalan yang tengah kita lakukan. Maka, lebih siap kiranya kita menghadapi tuntutan dosen pembimbing yang beragam. Dan faktanya, kegiatan literasi tidak hanya melulu skripsi belaka. Tapi, banyak keuntungan yang dapat diambil ketika kita rajin untuk menulis, rajin menyuarakan gagasan.
- Sumber Penghasilan
Kamu mahasiswa rantau? Sering galau karena uang bulanan belum dikirim? Maka menulis dapat menjadi solusi yang jitu untuk menambah penghasilan. Cukup siapkan ide otentik 500 kata yang relevan dengan kondisi sekarang, lalu kirim ke media cetak. Apabila dimuat, kamu akan mendapatkan honor 500 ribu-1 juta tergantung medianya. Atau kamu yang suka membuat cerita pendek, cukup siapkan cerita yang unik seribu hingga dua ribu kata, lalu kirim ke media cetak. Apabila dimuat, kamu berhak mendapatkan honor dengan rentang 1 juta hingga 2 juta untuk satu tulisan. Sangat menguntungkan bukan?
- Menjadi Pemimpin yang Menginspirasi
Sukarno pernah menyampaikan, berbicaralah seperti orator, dan menulislah layaknya seorang jurnalis. Sungguh menjadi keuntungan tersendiri apabila seorang ketua organisasi, pemimpin pergerakan mahasiswa memiliki kemampuan menulis. Ia akan lebih mudah dalam menyuarakan gagasan. Bahkan, semakin sering ia menulis, maka semakin mudah pula ia menginspirasi melalui sambutan-sambutan yang akan dilalui. Karena menulis adalah tentang merapikan kata-kata yang ada di kepala, yang kemudian dituangkan dalam bentuk suara yang menginspirasi semua.
- Jalan-jalan gratis
Ini merupakan hal yang sangat dirasakan manfaatnya oleh penulis. Semenjak mahasiswa baru, penulis bertekad untuk belajar menulis ilmiah, menuangkan gagasan-gagasan dalam bentuk tulisan. Alhasil, penulis telah berhasil keliling Indonesia gratis berkat tulisan. Bahkan terbang gratis dibiayai kampus untuk presentasi maupun menyuarakan ide di beberapa negara. Padahal penulis hanyalah berlatar belakang orang tidak berpunya dari desa.
Itu adalah sekelumit cerita tentang skill yang harus dimiliki oleh mahasiswa, yakni menulis. Memang, menulis tidak akan memberimu segalanya, tetapi segalanya sangat mungkin berawal dari menulis.