Gita Savitri Devi atau biasa dikenal dengan Gitasav adalah sosok anak muda yang sudah tidak asing lagi bagi generasi millennial. Gita Savitri adalah perempuan inspiratif Indonesia kelahiran Palembang, 28 Juli 1992. Selain menjadi content creator di Youtube dia juga merupakan penulis buku dengan judul “Rentang Kisah” yang telah terbit sejak 2017. Di dalam konten youtube-nya banyak sekali opini-opini menarik yang dia angkat dari berbagai isu, mulai dari isu sosial-budaya, politik, lifestye dan lain-lain. Tak lupa vlog kesehariannya khususnya ketika kuliah di Jerman, liburan dan berbagai hal di Jerman yang selalu bikin penontonnya tertarik hidup di sana.
Gita sudah tinggal di Jerman sejak tahun 2010 usai menyelesaikan jenjang SMA pada tahun 2009. Gita lulus SMA di usia 17 tahun, jadi harus menunggu dulu satu tahun untuk bisa kuliah di Jerman tepat di usia 18 tahun. Jadi ceritanya gap year gitu. Ada beberapa persyaratan tambahan yang mungkin agak ribet kalau kalian nekat kuliah di Jerman sebelum berusia 18.
Kuliah S1 Di Jerman ini Gita lakukan tanpa beasiswa, karena di kala itu pemerintah Jerman tidak membuka beasiswa untuk kuliah S1. Beda lagi kalau S2, kalian bisa cari beasiswanya karena banyak banget. Gita memilih tinggal di Berlin karena dulu kedua orang tua pernah tinggal di kota tersebut. Jadi udah ada kenalan orang tuanya Gita ketika dia tinggal disana, intinya sih mengurangi kekhawatran orang tua lah ya.
Lalu bagaimana sih jalan cerita kuliah di Jerman yang dialami oleh Gita Savitri?
Pertama, Gita ikut les bahasa Jerman. Gita les bahasa di salah satu kursus bahasa Jerman di Berlin yang ia lanjutkan setelah les bahasa Jerman di Indonesia. Ketika kursus Gita juga melakukan beberapa tes untuk mendapatkan sertifikat sebagai salah satu persyaratan masuk kuliah disana. Wah ini catetan buat kalian ya yang mau kuliah di Jerman.
Kedua, melakukan tes penerimaan mahasiswa. Gita mendaftar di beberapa Studienkolleg, seperti Technische Universitat Darmstadt dan Technische Universitat Berlin. Studienkolleg ini merupakan bentuk program penyetaraan sebelum masuk ke universitas karena sistem pendidikan di Jerman SMA-nya 13 tahun. Studienkolleg ini ditempuh dengan jangka waktu minimal 2 semester dan kalau udah lebih dari 5 tahun bisa-bisa kena DO lho. Wah jangan leha-leha ya belajarnya.
Di studienkolleg ini, Gita mempelajari bahasa jerman dan memilih mata kuliah IPA sebagai penjuruannya. Bahasa pengantar yang di gunakan di Jerman sudah jelas menggunakan bahasa Jerman dan seluruh gurunya orang-orang Jerman. Kuliah di Jerman akan terasa seru karena kalian akan punya teman-teman yang sama-sama orang asing. Di studienkolleg ini memang di khususkan untuk orang-orang asing.
Ketiga, masuk ke univeritas. Nah di tahap ini Gita merasa tidak memiliki waktu luang karena kesibukannya di laboratorium, menghadapi berbagai ujian, presentasi dan kegiatan akademik lainnya. Ya kalau ngomongin lab jangan ditanya pasti kuliahnya tentang ilmu alam. Yap, Gita memilih jurusan Kimia murni. Kalau kalian pengen kuliah di Jerman dan akan menentukan jurusan, kalian harus baca dulu modul mata kuliah apa saja kalau kamu memilih jurusan tersebut. Kalian tahu kenapa? Kalian bisa stres kalau kalian benar-benar tidak mempersiapkan mental yang kuat. Kalian perlu banyak beradaptasi dengan cara belajar mereka, cara mengajar dosen apalagi profesor dan pelajaran apa yang sedang kalian tekuni. Gita sempet nge-share bahwa dia selama dua semester awal kuliah hanya memahami 5-10% materi yang diberikan dosennya dan ini yang membuat dia hampir menyerah. Walaupun sempat ingin menyerah, ternyata semangat belajarnya tetap dipertahanin lho. Solusinya, Gita belajar ketika 2 bulan sebelum ujian demi memahami berbagai materi yang jelas berbeda cara belajarnya dengan mahasiswa asli Jerman yang udah terbiasa ya. Bahkan untuk membaca 1 buku diperlukan 2-3 kali membaca agar benar-benar paham. Tuh jelas banget kalau sistem kebut semalam ini nggak berlaku ya ketika kalian kuliah di Jerman.
Nah dari pengalaman Gita, dia menceritakan bahwa kuliah di Jerman memang sangat sulit minta ampun karena sistem pendidikannya yang bener-bener berbeda dengan Indonesia. Tapi ingat, perjuangan kalian untuk berhasil kuliah di luar negeri jangan sampai terputus ya. Walaupuan ketika lulus kalian pasti mendapat ijazah tapi ijazah yang kalian itu tidak akan berarti jika kepribadian dan mental kalian tidak berubah. Berubah seperti apa? Kata Gita sih orang yang berhasil adalah “orang yang bemental kuat dan tahan banting”. Motivasi tersebut ia dapatkan dari Om nya yang dulu juga kuliah di Jerman, “Orang yang lulus kuliah di Jerman itu bukan orang-orang yang pintar tapi menjadi orang yang rajin dan tahan banting”.
Nggak berhenti di situ, setelah lulus S1 Gita punya niatan melanjutkan studi S2 bahkan S3. Walaupun kuliah di luar negeri itu sulit tetapi ingat dengan niat kalian menuntut ilmu itu sangat berguna buat kalian bahkan orang-orang disekitar kalian. Menuntut ilmu itu nggak akan ada kata “sia-sia” nggak akan ada expired-nya. Walaupun pada akhirnya kalian kerja di bidang yang tidak sesuai bidang kalian ketika kuliah, itu tidak masalah. Ilmu dan pengalaman yang kalian dapatkan akan terus melekat bahkan membentuk kepribadian kalian saat ini menjadi lebih baik. Ingat, hidup adalah pilihan, banyak akses yang bisa kalian dapetin, manfaatkan dan tentukan sendiri.
Comments 1