Tidak selamanya kata-kata penyemangat berdampak positif bagi orang lain. Ada kalanya frasa “Tetap semangat!”, “Jangan menyerah”, atau “Kamu pasti bisa” justru menambah beban, alih-alih menyemangati. Jika Campuspedia Friends pernah merasakan hal itu, dapat dipastikan kamu mengalami toxic positivity.
Saat seseorang berada dalam keadaan terburuknya, kerabat sekitar sering beranggapan bahwa menyemangati merupakan bentuk simpati terbaik. Meskipun tidak sepenuhnya salah, namun hal itu juga berpotensi untuk membawa dampak buruk lainnya. Kondisi inilah yang dinamakan toxic positivity.
Apa itu Toxic Positivity?
Melansir Medical News Today, toxic positivity adalah obsesi terhadap pemikiran positif. Istilah ini merujuk kepada sebuah keyakinan berlebihan bahwa orang-orang harus berpikiran positif setiap saat, bahkan dalam kondisi terpuruk sekalipun.
Hal ini terjadi saat orang-orang di sekitarmu tidak membiarkan emosi negatif dari dirimu keluar. Orang yang menyebarkan positifitas palsu ini berpikiran bahwa, satu-satunya jalan untuk melewati masalah adalah dengan tetap berpikiran positif.
Dalam kata lain, toxic positivity merupakan sisi negatif dari pemikiran positif. Dampaknya bisa jauh lebih besar dari apa yang dibayangkan, terlebih jika sang korban justru mempercayainya.
Baca juga: Toxic Masculinity, Saat Laki-Laki Harus Menjadi Iron Man
Apa Dampak yang Ditimbulkan?
Toxic positivity memaksa seseorang untuk bersikap baik-baik saja di saat kondisinya sama sekali tidak demikian. Mereka dipaksa untuk bungkam dengan apa yang mereka rasakan. Mengekspresikan ketakutan di saat terpuruk akan dianggap sebagai sesuatu hal yang salah oleh penyebar toxic positivity.
Paksaan untuk selalu berpikir positif tersebut dapat mendorong seseorang untuk menyangkal perasaan mereka. Penyangkalan yang bertumpuk ini akan berdampak kepada kondisi psikis seseorang.
Mereka yang terkena toxic positivity akan lebih mudah merasakan stres. Karena dilarang untuk mengekspresikan emosi negatif, mereka merasa diasingkan dan tertekan. Hal ini akan berujung kepada pengurangan harga diri, dan merasa bersalah jika tidak bisa untuk selalu berpikir positif seperti yang orang lain katakan.
Apa yang Harus Dilakukan?
Kamu tidak bisa mengontrol apa yang orang lain akan katakan. Satu-satunya yang bisa kamu kontrol adalah diri kamu sendiri. Untuk itu, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi toxic positivity.
Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah kelola emosi negatif mu dan jangan menyangkalnya. Coba untuk mengidentifikasi perasaan yang sedang kamu rasakan. Jangan sesekali menyangkalnya, karena perasaan setiap orang bersifat valid.
Kedua, hargai dirimu. Normalisasikan bahwa berada dalam masa-masa negatif adalah hal yang wajar. It’s okay to not be okay! Lalu cobalah cari jalan keluar dari masalah yang kamu hadapi tersebut.
Ketiga, apabila dirasa terlalu berat cobalah untuk curhat kepada orang yang tepat. Bercerita mengenai masalah yang kamu alami memang tidak membuat masalah itu hilang, namun setidaknya dapat mengurangi beban yang kamu tanggung. Tapi pastikan orang tersebut adalah orang yang benar-benar kamu percayai, seperti sahabat, keluarga, atau psikolog.
Baca juga: Cara Menghadapi Quarter Life Crisis Buat Si Overthinker
Toxic positivity tengah menjadi bahan perbincangan saat ini. Banyak orang yang dengan atau tanpa sadar menjadi sumber beracun bagi orang lain. Jangan sampai kamu menjadi bagian dari penyebar racun ini, yah Campuspedia Friends!
Simak informasi lainnya dengan cara ikuti Campuspedia di Instagram, Twitter, Facebook, LinkedIn, YouTube, dan Official Line.