Campuspedia – Belum lama ini sempat ramai di media sosial terkait salah satu peserta Clash of Champions yang berhasil menerbitkan karya atau jurnal ilmiah terindeks scopus. Pencapaian besar itu pun menarik perhatian banyak orang. Namun apa sebenarnya scopus tersebut?
Terindeks Scopus: Apa Itu?
Salah satu peserta Clash of Champions dari universitas ternama di Indonesia diketahui memiliki IPK sempurna, padahal ia berasal dari jurusan yang cukup sulit.
Tidak hanya itu saja, peserta tersebut juga diketahui telah menerbitkan beberapa karya atau jurnal ilmiah terindeks scopus.
Pencapaian besar tersebut pun langsung menarik perhatian banyak netizen karena konon katanya, bisa menembus jurnal satu ini adalah hal sulit, bahkan di kalangan para dosen sekalipun.
Namun apa sih, jurnal terindeks scopus ini?
Menurut sumber, saat ini setidaknya ada 2 penerbit jurnal ilmiah yang terkenal di kalangan akademisi Indonesia, yaitu Jurnal Sinta dan Jurnal Scopus. Hal ini dikarenakan para dosen diminta untuk mempublikasikan karya ilmiah pada dua jurnal tersebut.
Nah, Scopus sendiri adalah layanan indeksasi dan penyedia pusat data jurnal yang dikelola oleh Elsevier, penerbit publikasi ilmiah internasional.
Maka dari itu, jurnal yang sudah terindeks (baca: sudah diterbitkan) Scopus otomatis akan menjadi jurnal internasional.
Scopus memiliki sistem penilaian dengan standar tinggi tersendiri yang disebut dengan Scimago Journal Rank (SJR) yang digunakan untuk mengukur kualitas karya ilmiah.
SJR ini digunakan untuk menilai apakah jurnal yang layak diindeks dan diakui secara internasional atau tidak. Maka tak heran jika salah satu peserta Clash of Champions yang berhasil tembus Scopus kemudian menarik perhatian banyak orang.
Ciri-ciri Jurnal Scopus
Menulis karya atau jurnal ilmiah internasional tidak hanya sekadar ditulis dengan bahasa Inggris saja. Namun ada beberapa ciri tertentu yang menandainya.
Selain dinail dengan sistem SJR, Jurnal Scopus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Ditulis dengan kaidah keilmuan
Tentunya, semua jurnal ditulis dengan kaidah keilmuan yang jelas. Itu artinya, tulisan haruslah berdasarkan fakta dan data nyata yang bisa dipertanggungjawabkan oleh penulis.
Bisa dibilang, menulis jurnal bukanlah berdasarkan opini, tapi berdasarkan bukti yang ada di lapangan.
2. Ditulis dalam bahasa resmi PBB
Tidak hanya bahasa Inggris, sebenarnya karya ilmiah internasional bisa ditulis dalam bahasa resmi yang diakui PBB. Bahasa resmi tersebut adalah, Inggris, Mandarin, Prancis, Rusia, Arab, atau Spanyol.
3. Memiliki ISSN
Jurnal Scopus juga harus memiliki ISSN International Standard Serial Number) atau nomor seri internasional untuk mengidentifikasi publikasi.
4. Ada 4 dewan redaksi
Dewan redaksi atau dewan penasihat atau editorial adalah sebuah tim ahli di bidang jurnal yang ditulis. Mereka adalah orang-orang yang bertugas untuk meninjau naskah yang diserahkan.
Jika ingin publikasi terindeks Scopus, maka setidaknya akan ada 4 dewa redaksi yang berasal dari negara yang berbeda untuk menilai tulisan yang dikirim.
5. Cakupan penelitian luas
Biasanya ada jurnal yang diterbitkan dengan cakupan yang kecil atau hanya mencerminkan daerah tertentu saja.
Mengingat ini adalah jurnal dengan skala internasional, maka cakupan penelitiannya diharapkan lebih luas.
Itulah sekilas tentang Jurnal Scopus yang pernah dipublikasikan oleh salah satu peserta Clash of Champions. Meski peserta tersebut bukan penulis utamanya, namun bisa mempublikasikan karya terindeks Scopus internasional tentu merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. ***