Mendengar kata quitting atau berhenti, kita kerap mengasosiasikan hal tersebut dengan sesuatu yang buruk. Sering kali kita dengar ucapan bahwa mereka yang menyerah adalah orang yang gagal, mudah putus asa, dan tidak tahan banting. Sedangkan, grit atau kegigihan sering diutamakan dan dianggap sebagai kunci keberhasilan.
Nyatanya, kita perlu melihat konteks lebih lanjut dari dua hal tersebut. Quitting bisa menjadi solusi terbaik jika kamu merasa bertahan hanya akan memperburuk keadaan.
Sisi positif dari quitting
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, quitting memiliki berbagai manfaat yang bisa dijabarkan sebagai berikut.
-
Memudahkan mencapai tujuan
Salah satu miskonsepsi mengenai quitting adalah menghambat tujuan jangka panjang yang ingin diraih. Ketika seseorang terus berusaha mencapai sesuatu yang sulit diraih, ia bisa saja melewatkan kesempatan besar yang lebih sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Ketika seseorang gagal dan memutuskan untuk berhenti mencoba, mereka bisa membuka kesempatan baru dan memajukan dirinya.
-
Mengurangi keraguan ketika mengambil keputusan
Tak jarang, kita kerap merasa ragu ketika menjalani keputusan yang telah diambil sebelumnya. Misal, kita menjadi bertanya-tanya tentang tujuan apa yang ingin diraih ketika berkarir di suatu bidang. Sering kali terbersit keinginan untuk resign, namun kita khawatir apabila berhenti menjadi suatu pilihan yang tepat.
Sederhananya, kita tidak akan pernah tahu kalau tidak mencobanya. Quitting akan membantu kita untuk mengetahui berbagai sudut pandang maupun solusi yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.
-
Memberikan kebebasan diri
Beberapa orang kerap merasa bosan atau tidak lagi cocok dengan pilihannya setelah beberapa waktu berselang. Hal ini wajar, namun jika pekerjaan yang dilakukan saat ini terasa kurang bermakna, mengekang kebabasan, atau malah menjadi tekanan yang berlebih maka quitting bisa menjadi alternatif untuk mencegah terjebak di lingkungan kerja yang toxic.
Baca juga: 5 Tanda Lingkungan Kerja yang Toxic
Menyadari hambatan yang mendorong quitting
Ada beberapa bias kognitif yang menghambat seseorang ketika mengambil keputusan untuk berhenti.
-
Sunk cost fallacy
Dalam dunia kerja, mungkin kita kerap menjumpai seseorang yang sebenarnya kurang menyukai pekerjaan mereka, namun enggan mencari pekerjaan lain yang peluangnya lebih baik. Hal itu biasanya didorong oleh rasa sayang dengan pengorbanan yang dilakukan sebelumnya.
Kondisi tersebut disebut sebagai sunk cost fallacy, di mana seseorang telah berinvestasi dalam jumlah banyak untuk mendapatkan sesuatu, namun hasil yang diperoleh tidak sepadan. Kondisi ini kerap menghambat proses quitting karena merasa sayang dengan usaha yang dikeluarkan.
-
Escalation of commitment
Ketika melakukan investasi, hanya ada dua kemungkinan yang akan kita terima: berhasil atau gagal. Sebagian orang terus melanjutkan hal tersebut meskipun mengetahui bahwa usahanya akan gagal. Inilah yang disebut sebagai escalation of commitment.
Hal ini cukup sering dijumpai di dunia nyata, misalnya sales yang terus mengejar calon konsumen yang tidak tertarik dengan produk yang ditawarkan atau pengusaha yang mencari pinjaman modal untuk membiayai usahanya yang hampir bangkrut. Mereka menolak untuk berhenti karena merasa terikat untuk mencapai tujuan yang diinginkan
-
Endowment effect
Sebagai manusia, kita cenderung menilai apa yang kita miliki lebih baik dari kebanyakan orang meskipun kenyataannya tidak selalu demikian. Bias inilah yang sering disebut sebagai endowment effect dan sering menghambat seseorang untuk berhenti.
Contoh dari bias kognitif ini dalam kehidupan sehari-hari adalah orang yang memilih untuk menjalani karir yang sudah ia tempuh dalam waktu lama dibandingkan mencari karir baru.
-
Cognitive dissonance
Kamu mungkin meyakini bahwa work-life balance merupakan hal yang penting untuk kesejahteraan mental. Kenyataannya, kamu kerap kesulitan untuk membagi waktu secara ideal sehingga kerap mengalami kelelahan mental dan fisik.
Rasanya tentu tidak nyaman ketika kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai yang dipegang. Ketidaksesuaian antara keyakinan dengan perilaku ini disebut sebagai cognitive dissonance dan bisa menjadi faktor penghambat proses quitting yang akan kamu lalui.
Baca juga: Kiat Menjaga Work-Life Balance yang Sehat
Tips sebelum quitting
Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan jika kamu berniat untuk resign atau berhenti bekerja dalam waktu dekat.
-
Memahami expected value
Sebelum mempertimbangkan untuk berhenti, penting untuk mengetahui expected value atau perkiraan mengenai hasil dari keputusan. Sebab, kita bisa mengetahui sisi positif dan negatif dari keputusan tersebut, serta mempertimbangkan alternatif yang lebih ideal.
Adanya expected value akan membantumu mempertimbangkan keputusan dari beberapa aspek. Misal, tingkat stres di pekerjaan tersebut terlalu tinggi sehingga kamu kerap merasa kewalahan, value perusahaan yang bertentangan dengan keyakinan personal, atau karir yang tidak mengalami perkembangan.
-
Membuat kill criteria
Kill criteria merupakan situasi yang memberikan sinyal ke kita untuk berhenti. Hal ini dinilai efektif untuk mengurangi bias kognitif yang bisa menghambat proses quitting dan pengambilan keputusan yang irrasional.
Sebelum memutuskan untuk resign dari pekerjaan, kamu bisa menentukan beberapa kill criteria untuk membantumu. Gunakan kriteria apapun yang kamu inginkan, misalnya ketika kamu tidak menerima kenaikan gaji, tidak menikmati pekerjaan, pekerjaan yang kurang menantang, dan sebagainya.
-
Mencari bantuan orang lain
Tak ada salahnya meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan quitting, sebab kita terkadang membutuhkan perspektif dari pihak luar untuk membuat keputusan yang terbaik. Kamu bisa menceritakan hal tersebut ke dari orang yang dipercaya ataupun profesional seperti psikolog.
Quitting tak selamanya buruk, malah terkadang menjadi opsi terbaik untuk memajukan potensi diri dan karir. Meskipun sulit dan berat untuk dijalani, kita perlu berhenti melakukan sesuatu yang sia-sia agar bisa melihat kesempatan dan peluang besar yang menunggu di luar sana. ***
Baca Juga:
- Saatnya Berhenti Kerja? Ini 10 Alasan Resign yang Meyakinkan
- Sebelum Kamu Punya Pertimbangan untuk Resign, Perhatikan Hal-Hal Ini
- Kamu Tidak Betah di Tempat Kerja? Coba Terapkan 6 Cara Ini!
Editor: Habibah
Referensi:
- twitter.com
- nytimes.com
- nextbigideaclub.com