Semua orang mungkin akan diselimuti euforia yang sama kali pertama memasuki babak awal perkuliahan. Ada gegap gempita yang hadir tatkala membayangkan sebuah dunia yang baru; tanpa seragam sekolah, jam belajar di kelas yang memendek, pergaulan yang lebih luas, dan dunia orang dewasa yang memberikan kita lebih banyak otoritas.
Bayangkan saja, ketika biasanya kita berangkat sekolah dengan seragam yang tak harus dipikir panjang tiba-tiba kita pakai baju bebas. Bingung pilih baju untuk sebulan pertama! Belum lagi ketika duduk di bangku SMA yang dari pagi sampai siang berkegiatan di lingkungan sekolah dengan rutinitas yang nyaris sama, tiba-tiba … hari Senin kelas hanya satu jam, sisanya bebas, dan semangat masih menggelora hangat minta dipakai. Otak bekerja keras untuk menyiapkan rencana kegiatan selain tidur.
“Ikut UKM ini, itu, anu, pas! Hari Senin terisi sempurna.”
Bagaimana dengan hari-hari lainnya? Terserah diri sendiri, kita diberi banyak kewenangan memilih jalan.
Parahnya, semangat tinggi mahasiswa baru juga menghadirkan begitu banyak dilema. Semua unit kegiatan mahasiwa nampak keren untuk dicoba. Pokoknya jadi ingin ini, ingin itu, banyak … sekali. Tidak sedikit mahasiswa mendorong diri untuk memasuki banyak ruang kegiatan, beberapa lainnya maju-mundur kebingungan—kalau ikut takut malas, tidak ikut takut tertinggal di pergaulan- sisanya memilih jadi mahasiswa Kupu-kupu (kuliah-pulang kuliah-pulang).
Memiliki banyak opsi mungkin terdengar memudahkan kehidupan, akan tetapi nyatanya kondisi seperti ini tidak selalu diiringi dampak positif. Decision fatigue terdengar asing bagi sebagian orang, tapi banyak yang telah mengalaminya tanpa sadar. Ini adalah sebutan lain dari kondisi seseorang yang mengalami kelelahan mental akibat terlalu banyak pilihan.
James Clear mengatakan bahwa energi seseorang dalam menentukan pilihan disebut Willpower. Baginya, willpower ini seperti otot yang dapat mengalami kelelahan ketika terus menerus dipakai. Sedangkan yang terjadi pada manusia yang memasuki dunia baru adalah : ketidaktahuan yang melahirkan keraguan dan rasa penasaran. Kita berusaha keras mengenali dunia baru ini, melihat banyak opsi dan menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk memutuskan. Ini adalah insting seseorang untuk dapat bertahan.
Decision fatigue bukan hal yang dapat diabaikan, mengingat dampak-dampak yang diberikan cukup mengganggu keseharian seseorang. Khususnya bagi seorang mahasiswa yang membutuhkan banyak energi untuk mengembangkan diri, kelelahan mental dapat mencederai banyak hal, mulai dari kegiatan akademik, pergaulan sosial, dan kondisi psikis. Sebagaimana yang dapat kita lihat dari ciri-ciri kelelahan mental di bawah ini :
Apakah kamu mengalami lebih dari tiga gejala di atas? Bisa jadi kamu kelelahan secara psikis. Bahkan jika berkelanjutan, bisa menjadi chronic fatigue syndrom yang mengakibatkan tertekannya sistem kekebalan tubuh.
Apa yang dapat dilakukan untuk menghindari decision fatigue?
Katakan “Shhhhttt” pada otakmu jika dia kelewat berisik dalam mengkhawatirkan sesuatu
Menghadapi dunia baru jelas menghadirkan perasaan khawatir : takut salah memilih! Namun, jika rasa khawatir itu justru membuat kita dikendalikan oleh pemikiran negatif, maka lebih baik tenangkan otak dari rasa khawatir tersebut. Jangan sampai kita dibuat berkemelut dalam kebingungan memilih sesuatu. “Shhtt … tenang, semua bakal baik-baik aja, kok!”
2. Cari informasi yang membantu kita memilih
Informasi yang tepat akan mendukung pengambilan keputusan yang bijak, loh! Ketika ingin mengambil keputusan besar, misalnya memilih UKM, tanyakan pada senior yang berpengalaman. Ketika ingin mencari tempat makan, bisa lihat review makanan di media sosial yang menyediakan. Jadi, kita bisa mengerucutkan pilihan kepada hal-hal yang lebih baik.
3. Buat perencanaan kecil di malam hari
Ketika pagi hari, kebanyakan dari kita dihadapkan pada waktu yang sempit dan genting. Di saat-saat mendesak seperti ini kadang hal-hal kecil terasa sangat berisiko karena kita kesulitan berpikir jernih.
“Kemarin lusa pernah pake baju ini, masa dipake lagi, nanti dikira gak ganti baju, dong!”
Padahal jika dipikirkan di malam hari, ketika waktu yang tersedia lebih senggang, kita akan menemukan persepsi yang lebih sehat atas apa yang ingin kita ambil. Siapkan baju yang akan dipakai besok, mau makan di mana, dan catat hal-hal yang perlu diprioritaskan. Wah, tinggal tidur dan besok gak akan sibuk overthinking!
4. Dahulukan prioritas
Dengan mengalokasikan willpower pada hal-hal yang penting, kita sudah mengoptimalkan penggunaanya. Karena, kita tidak harus menghabiskan tenaga untuk memilih hal-hal kecil lalu kelahan ketika dihadapkan dengan hal-hal penting.
5. Makan yang baik!
Tubuh kita butuh asupan nutrisi yang baik untuk tetap berenergi. Di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat, pasti sudah tidak asing kedengarannya, kan? Makanan yang kita makan akan mendukung kesehatan dan energi kita, sehingga kita tidak akan mudah lelah dalam beraktifitas fisik maupun psikis.
Tetap jaga semangatnya mengeksplorasinya, ya! Namun, jangan sampai lengah dan membuat diri kita terkena decision fatigue ini, karena akan ada banyak hal yang mungkin terlewatkan jika kita tidak siap menghadapi hari.
Pedulikan kesehatan psikismu, sebagaimana mempedulikan kesehatan fisikmu. Karena merawat jiwa adalah bagian dari syukur kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis :
Ghina Maulani Habibah
Universitas Padjadjaran
Ilmu Informasi dan Perpustakaan – 2017