Campuspedia – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gadjah Mada (UGM), Gielbran Muhammad Noor, baru-baru ini melancarkan kritik tajam terhadap Presiden Jokowi.
Gielbran Muhammad Noor menyebut Presiden Jokowi sebagai ‘Raja Jawa’ yang lebih memprioritaskan kekuasaan daripada etika.
Dalam sebuah video yang sedang tren di aplikasi X, Gielbran menyuarakan pandangannya terhadap kepemimpinan Jokowi. Ia menyoroti isu tiga periode dan taktik politik yang dinilainya licik.
Ada tiga isu yang dibahas oleh Ketua BEM UGM, saat mengkritik Presiden Jokowi.
Isu Tiga Periode dan Taktik Politik
Menurut Gielbran, isu tiga periode muncul di awal 2023 sebagai upaya untuk menguji respons masyarakat.
Dalam diskusi tersebut, dia merinci bahwa Jokowi, sebagai ‘Raja Jawa’, menempatkan kekuasaan sebagai prioritas utama di atas etika.
Gielbran menggambarkan taktik politik Jokowi sebagai ‘Machiavelli Jawa’ yang licik, khususnya dalam kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dianggapnya sebagai cara untuk memperoleh dukungan masyarakat menjelang Pemilu.
BLT sebagai Strategi Pemilu
Gielbran menyoroti penggunaan BLT sebagai alat untuk meningkatkan popularitas Jokowi menjelang Pemilu.
Meskipun tingkat persetujuan Presiden mencapai 80 persen, Gielbran berpendapat bahwa BLT diatur sedemikian rupa, dari Maret hingga Juni, sebagai strategi untuk memenangkan Pemilu.
Dia menyebutnya sebagai taktik licik yang dilakukan oleh ‘Machiavelli Jawa’ demi mendapatkan dukungan massa.
Kritik terhadap Perubahan Konstitusi
Puncak kritik Gielbran terletak pada pandangannya terhadap perubahan konstitusi oleh Jokowi.
Sebagai alumni UGM, dia menyatakan rasa jijiknya terhadap Presiden yang dianggapnya mengotak-atik konstitusi tanpa otak.
Gielbran menggambarkan Jokowi sebagai figur yang tidak menghormati sejarah dan menyebutnya sebagai presiden yang berasal dari produk gagal reformasi.
Kesimpulan
Gielbran sebagai ketua BEM UGM kritik Presiden Jokowi ini mencerminkan pandangan seorang pemuda terdidik yang merasa prihatin terhadap arah kepemimpinan negara.
Meskipun menjadi satu alumni, Gielbran dengan tegas menyatakan kekecewaannya terhadap kebijakan dan taktik politik yang dianggapnya merugikan konstitusi Indonesia.
Kritik ini memberikan perspektif kritis terhadap pemerintahan saat ini dan dapat memicu diskusi lebih lanjut tentang etika dan prioritas dalam kepemimpinan.***
Baca Juga:
Drama Kampus: Anggota BEM FMIPA UNY Diduga Melakukan Pelecehan Terhadap Maba
Viral, Maba UNY Speak Up di Medsos Masalah Pelecehan Seksual dan Ancaman dari Anggota BEM