Kita semua pasti telah mendengar istilah toxic productivity. Mindset ini sudah sering sekali kita dengar bahayanya. Kami pun sebenarnya akan membahas tentang bahaya dari toxic positivity juga. Namun, dengan beberapa hal yang berbeda.
Campuspedia Friends, kalian pernah kepikiran nggak; apa bedanya toxic productivity dengan workaholic?
Keduanya hampir sama, namun ada alasan mengapa toxic productivity disebut toxic.
Toxic productivity lahir dari pemikiran yang salah. Toxic productivity merupakan mindset di mana kamu harus terus-menerus menghasilkan sesuatu; terus-menerus berkembang, cenderung tidak mau beristirahat. Biasanya kamu akan merasa bersalah dan jadi sangat gelisah jika tidak mengerjakan sesuatu dalam waktu satu sampai dua jam. Kamu pernah nggak sampai merasa bersalah karena nggak melakukan sesuatu? Coba introspeksi diri kamu.
Bedanya dengan workaholic, yang sebenarnya ada sangkut paut dengan toxic productivity; workaholic merupakan keadaan di mana seorang menyukai bekerja overtime. Sayangnya mereka yang punya kecenderungan workaholic seringkali melupakan kesehatan dan hubungan dengan orang lain.
Kalau kamu perhatikan, memang keduanya punya hubungan erat ya. Workaholic bisa saja dipengaruhi oleh toxic productivity. Toxic productivity pun bisa mengakibatkan kamu jadi workaholic. Tapi keduanya merupakan hal yang berbeda, ya.
Kenapa, sih, bisa terjadi toxic productivity?
Menurut Dr. Julie Smith, salah satu sumber pengaruh terbesar dari hidup kita bisa dari media sosial yang kita konsumsi. Nyatanya, media sosial yang kita konsumsi ternyata menjadi kontributor dalam mindset yang kita miliki sebab kita merasa seperti kita sedang melakukan suatu kompetisi dengan orang-orang sekitar mengenai prestasi kita. Dalam kata lain, peer pressure membuat kita memiliki mindset yang salah dalam beraktivitas.
Baca juga: Ini Dia Tanda Kamu Mengalami Insecure dan Bagaimana Cara Menghadapinya
Ciri-ciri Mereka yang Terjerat Produktivitas Beracun
Kamu bisa mencegah diri kamu terkena toxic productivity dengan mengenali ciri-cirinya. Bisa disimak di bawah ini!
- Menelantarkan Kesehatan dan Hubungan dengan Orang Lain
Mereka yang terlena dengan produktivitas beracun ini biasanya hanya memiliki satu tujuan: hidup untuk bekerja. Selain itu, mereka anggap variabel nol atau bukan hal yang penting sama sekali. Kamu bisa mulai melihat di mana letak racun dalam mindset ini. Walau beberapa orang berpikir ini cara kerja positif: memfokuskan pada satu tujuan, ini juga suatu hal yang salah jika kamu mengambil pemikirannya secara ekstrim. Beberapa orang yang terkena mindset beracun ini seringkali menelantarkan kesehatan mereka. Mereka juga cenderung menelantarkan hubungan dengan orang lain. Jika kamu yang salah satu melakukan hal ini, kamu bisa step back dan mulai lagi tapi dengan tujuan jelas. Jangan sampai kamu lupa kesehatan dan lupa hubungan.
- Memberikan Ekspektasi nggak Realistis
Kamu pernah memberikan target yang nggak realistis untuk diri kamu sendiri? Misal, harus bisa bahasa baru dalam 3 bulan! Nggak mustahil, sih. Tapi ekspektasimu adalah aku bisa bicara secara lancar dan bisa menguasai bahasa tersebut sepenuhnya dalam 3 bulan. Hmm, rasanya nggak realistis, ya. Ini maksud dari ekspektasi yang tidak realistis. Kamu menuntut diri kamu untuk bisa terus produktif namun dengan target yang terlampau tidak masuk akal. Lagi-lagi kamu harus bisa menyadari jika kamu sudah melakukan hal ini dan step back. Buat langkah-langkah kecil supaya kamu bisa menggapai langkah-langkah besar. Perlu kamu ingat juga sebuah proses tidak selalu besar. Kadang kita hanya maju satu milimeter dari tempat kita berdiri (analoginya). Tapi, proses adalah proses. Walau cuma satu millimeter, kamu sudah berada lebih jauh dari prosesmu kemarin, bukan?
- Mindset “Istirahat adalah Buang Waktu!”
Pernah nggak kamu berpikir seperti ini? Beberapa orang di luar negeri memiliki istilah sendiri jika diminta untuk beristirahat; “I’ll rest when I die.” Cukup hiperbolik. Tapi ini menjadi salah satu ciri khas dari toxic productivity yang kita kenali. Kalau kamu merasa istirahat adalah buang waktu, ketahuilah kalau kamu sudah terjebak dalam mentalitas produktivitas beracun. Kamu harus mengenal mengapa kamu bisa sampai memikirkan hal ini. Mungkin ekspektasi kamu yang ketinggian tadi menghalangi kamu beristirahat, mungkin juga kamu merasa bersalah kalau beristirahat.
Nah, Campuspedia Friends, kamu sudah tahu kan apa itu toxic productivity dan cirinya. Kamu juga sudah tahu bagaimana caranya menyadari kalau kamu terkena toxic productivity atau tidak. Semoga artikel ini bermanfaat buat kamu!
Jangan lupa untuk follow akun Instagram, LinkedIn, Facebook, Twitter, Youtube, dan Official Account LINE dari Campuspedia biar kamu up to date perihal informasi seputar kampus, karir, dunia mahasiswa, beasiswa, dan hal menarik lainnya!