EI adalah kemampuan seseorang untuk mengelola dan mengontrol emosi sendiri dan juga orang lain. Menurut penelitian, kecerdasan emosional 2 kali lebih penting dari kecerdasan intelektual. Pada saat kita mampu memaafkan orang dan membuat orang nyaman dengan kita, itu sudah termasuk menerapkan EQ. Daniel Goleman meneliti bahwa “orang sukses merupakan orang yg memiliki EQ yang tinggi” apakah benar? Jika daniel memberikan pemahaman tentang bagaimana kita merasakan dan berperilaku, Jims Colin meneliti bahwa kesuksesan tim, perusahaan, negara, ditentukan oleh pemimpin yang ber EQ tinggi.
Lalu bagaimana cara mengukur EQ?
Pernah ga kita ngobrol sama orang, lalu kita merasa lebih bisa, lebih mampu. Kalo iya, orang itu bisa dipastikan memiliki EQ diatas rata-rata. Sebaliknya, bila kita ngobrol sama orang, merasa lebih ngga mampu, merasa lebih gabisa, bahkan terperdaya, bisa dibilang EQ nya jeblok.
Apakah seperti motivator? Ngga juga. Sebenernya motivasi ditentukan oleh diri sendiri, apakah dia mengizinkan orang lain mempengaruhi dia utk termotivasi atau engga.
Orang ber EQ tinggi gabisa di lihat dari banyaknya followers di social media. Malah bisa diduga org yang ber EQ tinggi ga punya sosmed, karena mereka merasa sudah cukup dengan dirinya sendiri (orang-orang yg sudah selesai dgn dirinya), mereka ga butuh pengakuan, namun lebih fokus pada apa yang ingin dia berikan kepada orang dan gabutuh untuk di kenal dengan lambing-lambang tertentu.
Nature & Nurture
Apakah ada pengaruh faktor bawaan ataukah EQ itu dipelajari?
Nature dan Nurture saling mempengaruhi, terkait dengan EQ, dua duanya juga mempengaruhi, dimana orangtua yang istilahnya ‘sudah selesai dengan dirinya’, akan membesarkan anak anak yang juga dengan segera akan ‘sudah selesai dengan dirinya’. Hal tersebut juga bergantung dengan lingkungan sekolah yang seperti apa.
Self Awareness
Konsep sadar diri itu semudah: kalo kesadaran kita hanya pada level pada tubuh (kesadaran badaniah): laper, haus. Pada tingkatan yang berbeda, ada kesadaran ‘nafsu’, misal ketika kita liat orang naik mobil, kita jadi pengen. Jika hanya digerakkan dengan kesadaran tsb, kesadaran tsb akan berpengaruh yg tidak baik bagi kita. Ketika kita sekolah, kita diberikan kesadaran akal, pada kesadaran ini kita akan memahami aksi – konsekuensi: kita main api, kita merasa panas. Jika kesadaran nafsu, dikolaborasikan dgn kesadaran akal, akan memunculkan kesadaran qalbu: dimana ngga hanya memikirkan keinginan kita, namun keinginan orang lain.
Hal ini penting utk menilai sejauh mana kesadaran kita saat ini (mengendalikan diri), orang marah: dia ngga sadar kalo dia marah. Orang yang sadar diri, ketika marah, dia akan sadar bila dia marah, namun dia tidak bersikap marah. Mereka memiliki tingkat pemahaman akan emosi mereka.
Sesuai dengan ungkapan yang dapat menjelaskan ttg self awareness ini:
“Saya bukan emosi saya, saya bukan jabatan saya, saya bukan intelegensia saya, namun saya adalah kesadaran diri yang saya pilih”.
Apa manfaat self awareness ini?
Kita bakal jadi,
Mawas: Orang yg ga mawas pola pikirnya: yaudah lingkungan ku gini, mau diapain. Mudah ‘ikut-ikutan’ lingkungan sekitar.
Welas: Tidak mempermasalahkan mengapa masalah terjadi, namun mencoba memposisikan diri sbg orang lain dan berpikir kenapa masalah tsb terjadi.
Dengan menerapkan hal ini, lingkungan kita akan ikut terbawa untuk memiliki self awareness pada diri mereka.
Self Regulation
Kita memahami bagaimana perasaan itu muncul di dalam diri. Pada umumnya, kita memilih rasa atas kondisi eksternal kita. Kondisi eksternal bisa baik dan bisa juga buruk. Kondisi apa pun bisa terjadi dan kita tidak memiliki kendali atas kondisi tsb. Problemnya, manusia sering berprasangka yang buruk, di penuhi kekhawatiran ketika menghadapi kondisi eksternal yang tidak baik.
Maka dari itu, kita harus berhati-hati dalam memilih rasa, karena rasa itu akan diekspresikan oleh bahasa, akan dilogikakan dengan akal, diwujudkan oleh badan , dan dijadikan oleh semesta.
Self Regulation adalah kebisaan untuk memilih rasa, sehingga kita tidak dikendalikan oleh sekitar kita. Pada saat orang di sekitar kita udh amat panas / bertentangan, kita bisa memilih utk tidak memilih merasakan tsb.
Self regulation membuat kita utk ga jadi orang yang terlalu: terlalu happy ketika sedang happy, terlalu sedih ketika sedih, (ngga moody).
Gimana sih patokannya kita bisa tahu seseorang memiliki self regulation yg tinggi?
Yaitu mereka yang saat sedih tidak berlebihan, saat senang juga ga berlebihan. Ketika bahagia, mereka tahu mereka sedang berbahagia, namun mereka juga tahu bahwa ada momen dimana bahagia itu akan hilang. Mereka menerima bahagia itu dan dinikmati di dalam diri mereka tanpa harus berlebihan tanpa harus membuat orang sekitar mereka mempertanyakan ‘atas dasar apa mereka berbahagia selama ini?
Pun sebaliknya saat sedih, mereka menerima karena mereka tahu mereka ga bakal selamanya merasa sedih.
Intinya, self regulation adalah kemampuan kita memilih rasa diantara rasa-rasa yang sudah dirasakan, sehingga ketika kita sudah memilih rasa tersebut, nantinya akan berdampak kepada perilaku kita dan orang sekitar kita.
Comments 1