Beberapa dari kalian mungkin pernah menerima atau bahkan mengucapkan kalimat toxic positivity. Toxic positivity adalah kalimat yang terdengar positif namun sebenarnya tidak menghasilkan output yang baik pada seseorang yang mendengarnya.
Sering kali kalimat ini keluar ketika kamu sedang menyemangati temanmu yang mengalami masalah. Sengaja atau tidak, kamu bisa belajar mulai dari sekarang. Jika pernah mengucapkan, yuk, mulai berhenti dan pertimbangkan mengeluarkan kalimat positif yang lain!
“Lo mending, lah gue?”
Aduh, kalo Minca sih udah males duluan dengernya.
Kalimat di atas masuk dalam kategori toxic positivity karena membandingkan antardua belah pihak. Seharusnya, jika kamu ingin mendukung seseorang cukup dengarkan saja ceritanya.
Memvalidasi perasaan mereka adalah tujuan utama yang harus kamu lakukan. Jika ujungnya kamu justru membandingkan antara masalahmu dengan masalahnya, kamu akan menunjukkan kesan bahwa masalah mereka adalah hal yang sepele dan tidak penting.
Padahal temanmu yang sedang tertimpa masalah, ko kamu malah adu nasib?
Baca juga: Motivasi Skripsi, Kumpulan Quote Biar Tetap Semangat Walau Pandemi
“Sabar, ya!”
Meskipun meminta seseorang untuk sabar tidak terdengar mengancam dan menyakiti, akan terdengar berbeda di telinga yang sedang mengalami masalah.
Pasalnya, jika temanmu sedang kesal dan hampir menonjok seseorang, kalimat sabar akan sangat menolong. Namun beda lagi ketika temanmu sedang kehilangan file skripsi yang sudah hampir selesai, memintanya untuk sabar tidak akan membantunya sedikit pun.
Dalam kondisi seperti ini, Minca sangat yakin sabar sudah menjadi langkah pertama yang mereka ambil. Jika mereka tidak sabar, tentunya akan menghalalkan segala cara untuk menghilangkan masalah yang ada di hadapan mereka.
Ada baiknya, kamu menawarkan sesuatu yang bisa kamu lakukan untuk temanmu. Sekecil apapun bantuan yang kamu beri, bisa jauh lebih membantu dibanding memintanya untuk sabar.
“Semangat, dong!”
Sebut saja temanmu baru putus dari kekasihnya, hubungan mereka sudah terjalin bertahun-tahun.
Kalimat ini masuk dalam toxic positivity karena menyuruhnya untuk semangat sama saja dengan menolak perasaan yang saat ini mereka rasakan. Temanmu yang baru putus tentu saja akan merasakan fase sedih karena kehilangan, dan itu adalah hal manusiawi dan wajar.
Cobalah untuk lebih terbuka dengan berbagai macam emosi, biarkan temanmu merasakan rasa kehilangan terlebih dahulu dan memprosesnya. Tanyakan padanya apabila dia membutuhkan sesuatu seperti ruang sendiri untuk bersedih.
Jangan langsung memaksanya untuk semangat, ya!
Baca juga: Support system? Seberapa Penting Perannya Untuk Hidup Kita?
“Masih banyak di luar sana yang lebih menderita.”
Sama halnya seperti poin pertama, tidak ada hasil yang bagus dari membandingkan masalah seseorang dengan masalah orang lain.
Ketika kamu mengucapkan kalimat ini pada temanmu yang mengalami masalah, kamu secara tidak langsung memaksanya untuk berempati pada masalah orang lain di saat dia memiliki masalahnya sendiri.
Kamu membuatnya merasa bersalah atas sesuatu yang menimpanya. Kamu juga menanamkan pemikiran bahwa masalah yang dihadapinya sekarang adalah hal yang sepele jika dibandingkan dengan penderitaan orang lain.
Padahal saat ini dan kini, hal yang menjadi fokus kalian berdua adalah masalah yang tengah dihadapi temanmu, bukan hal lain di luar sana.
Ada baiknya untukmu menghindari kalimat ini. Kamu bisa lebih fokus pada kesehatan mentalnya dan menanyakan apa yang masih bisa dia usahakan saat ini.
“Ya bersyukur cuma begini, daripada lebih parah.”
Bersyukur merupakan hal baik agar kita selalu ingat apa yang kita miliki saat ini. Namun jika bersyukur yang kamu tuju karena tidak merasakan hal yang lebih buruk, itu adalah toxic positivity.
Sebutlah temanmu baru saja dicopet ketika perjalanan pulang, dirinya diancam dengan pisau dan harus menyerahkan ponsel, uang, dan motor yang dia bawa. Semua yang dia miliki saat itu raib diambil pencuri.
Ketika pulang, dia menghubungimu menggunakan ponsel orang tuanya dan bercerita. Namun fokusmu tenggelam pada kesempatan yang bisa saja terjadi saat itu, yakni pencuri yang membawa pisau, yang bisa saja mencelakai temanmu. Akhirnya kamu pun mengucap kalimat, “Untung kamu nggak kenapa-kenapa, masih mending deh cuma barang yg diambil.”
Meskipun benar adanya, nyawa lebih mahal dibanding barang. Tetapi temanmu sudah kehilangan banyak hal, ponsel, uang, motor, belum terhitung jiwanya yang trauma karena dihalang seseorang dengan pisau.
Sebaiknya kamu lebih memperhatikan kondisinya saat ini dibanding fokus pada worst case scenario yang mungkin terjadi.
Gimana Sobat Minca? Semoga kita belajar banyak tentang toxic positivity, ya! Jika kamu pernah mengucapkannya, yuk perbaiki kesalahan dan mulai menggunakan kalimat yang lebih baik! Selalu ada celah untuk belajar!
Baca juga: Yuk Kenali Apa Itu “Quarter Life Crisis” & Cara Mengatasinya Di Sini
Jangan lupa untuk follow akun Instagram, LinkedIn, Facebook, Twitter, Youtube, dan Official Account LINE dari Campuspedia biar kamu up to date perihal informasi seputar kampus, karir, dunia mahasiswa, beasiswa, dan hal menarik lainnya!
Hurrah! At last I got a weblog from where I can truly obtain useful information regarding my study and knowledge.