Jika memperhatikan tren sosial media (biasanya Instagram) beberapa hari setelah tanggal 1, mungkin kita sudah bisa membayangkan banyaknya orang-orang yang mengunggah janji-janji manis mereka untuk tahun 2020, atau yang dikenal sebagai resolusi tahunan. Tren ini mengejutkannya tetap bertahan dari tahun-tahun sebelumnya, dan diteruskan oleh kebanyakan generasi milenial namun hanya sebatas membantu agitasi dari konteks tersebut.
Terlepas dari hal tersebut, resolusi tahunan sebenarnya bukanlah hal yang buruk. Namun karena terbawa hanya karena agitasi publik dan menjadi kebiasaan seremonial, resolusi ini justru terasa tidak berguna dan seakan hanya membohongi diri sendiri. Oleh karenanya, dalam artikel ini akan dibahas mengapa kita tidak perlu membuat resolusi 2020 terlepas dari semangat teman-teman maupun kenalan kita yang menggaungkan misi-misi tahunan mereka.
1. Perhatikan alasan membuat resolusi
Ketika seseorang membuat resolusi tahunan, harusnya hal ini disertai dengan niat kuat untuk menjalankan resolusi tersebut selama tahun tersebut berlangsung. Poin-poin yang dibuat pun merupakan sesuatu yang jelas, bisa dicapai dan bisa diukur ketercapaiannya. Semua ini bertujuan agar resolusi tersebut benar-benar dijalankan.
Pertanyaannya, apakah itu tujuan kita membuat resolusi? Atau sekedar merangkai kata asal dengan tujuan yang abstrak dan tidak spesifik dalam rangka mengikuti tren saja?
Resolusi adalah bentuk janji. Membuat resolusi yang tidak niat sama saja artinya dengan membual kebohongan yang tidak dipertanggungjawabkan kepada diri sendiri. Daripada berbohong, lebih baik tidak membuat sama sekali, yak an?
2. Kaji kembali resolusi tahun sebelumnya
Apakah kita membuat resolusi di tahun 2019 kemarin? Apa saja poin-poin resolusi tersebut, dan tertulis atau tidakkah resolusi-resolusi tersebut? Dan dari sekian poin, berapa persen yang tercapai?
Ketika memang pada resolusi tahun sebelumnya banyak yang tidak tercapai (utamanya karena kurang niat), maka lebih baik tidak usah membuat saja jika pada akhirnya nanti sama saja. Atau jika memang sudah berniat, turunkan target yang dibuat dengan rasional dan yang bisa dicapai dan dilakukan dengan nyaman (semisal olahraga 5x seminggu jadi 2x seminggu).
Sangat wajar apabila resolusi tahunan banyak yang tidak tercapai, dengan segala tren yang ada. Maka dari itu, poin selanjutnya akan memberikan solusi yang lebih baik dibanding resolusi tahunan.
3. Lebih efektif menggunakan target bulanan
Resolusi tahunan berdurasi selama satu tahun, sesuai namanya. Dengan demikian, meskipun dibuat dengan niat agar bisa diselesaikan, pada akhirnya kebanyakan resolusi hanya akan ditunda pencapaiannya hingga bulan-bulan terakhir tahun tersebut. Toh juga namanya resolusi tahunan, yang penting tahun tersebut tercapai.
Dari kasus ini, akan jauh lebih efektif apabila kita membuat target bulanan. Contoh kecil adalah ketika kita bermimpi bisa merilis novel di tahun 2020, maka spesifikkan lagi bulan apa. Disaat kita menentukan bulan (semisal Agustus), maka kita akan benar-benar mulai mengerjakan setidaknya 3 bulan sebelumnya dan Agustus nanti telah selesai.
Apabila dalam bentuk resolusi tahunan, pasti akan ada kecenderungan untuk terus mengulur hingga akhirnya sudah mencapai bulan Desember dan tidak bisa terpenuhi.
4. Tidak siap dengan konsekuensi
Dalam dunia kerja, apabila target yang dibuat tidak tercapai pastinya ada konsekuensi yang menunggu. Sama halnya dengan janji, yang apabila tidak ditepati akan menimbulkan kekecewaan bagi pihak kedua. Sayangnya, resolusi tahunan adalah janji yang tidak melibatkan pihak kedua; hanya ada janji kepada diri sendiri. Dengan kondisi ini, semisal mereka tidak terpenuhi, yang harusnya menghukum adalah diri sendiri juga.
Apakah kita siap untuk membuat resolusi tahunan lengkap dengan konsekuensi di akhir tahun nanti apabila kita tidak bisa mencapainya? Apabila tidak, rasanya percuma membuat resolusi tahunan – toh, tidak ada yang membuat kita terdorong untuk mencapainya selain embel-embel self-satisfaction.
********
Punya tujuan adalah hal baik. Tapi punya tujuan yang tidak menjadi prioritas destinasi ibarat membeli mobil yang tidak pernah digunakan; eksistensinya perlu ditanyakan. Kalau hanya sekedar ikut-ikutan saja, alangkah baiknya apabila tidak menambah janji palsu yang tidak akan dilakukan. Tentu saja sebenarnya tidak ada larangan untuk membuat resolusi tahunan. Namun apabila pada akhir Desember tahun depan nanti tidak ada yang tercapai, untuk apa dibuat?
Fokus pada apa yang memang menanti kita dekat-dekat ini akan memberikan kepastian yang lebih dibandingkan misi abstrak yang dikonsep seadanya. Dan apabila memang ada yang mau dicapai di tahun ini, ada baiknya untuk membuat target bulanan dan selalu diinspeksi setiap bulannya untuk progress dan ketercapaian dari tujuan tersebut. Karena sejatinya manusia yang tidak merugi adalah orang-orang yang progresif dan terus membuat perubahan.