Sebagian besar dari kita mungkin sudah mengenal sosok Iman Usman sebagai pendiri Ruangguru. Namun mungkin masih sedikit dari kita yang belum tahu latar belakang anak muda yang lahir di kota Padang tersebut.
Lewat buku berjumlah 228 halaman ini, Iman berbagi cerita perjalanan hidupnya – menemui berbagai hambatan dan penolakan – dan bagaimana proses belajar tanpa putusnya membawa ia pada posisinya saat ini.
Di buku ini, kita tidak hanya mendapatkan gambaran terhadap bagaimana kehidupan seorang Iman Usman. Di buku ini Iman seolah bercerita tentang kehidupannya sembari berbagi akan perspektifnya mengenai nilai kehidupan yang ingin dijalaninya.
Iman Usman dilahirkan di kota Padang, 21 Desember 1991. Walau terlahir sebagai anak bungsu dari 6 bersaudara, ia telah menunjukkan kemandirian, kepemimpinan, dan juga prestasi baik di bidang akademik maupun non akademik sejak dini. Tinggal di kota kecil dan jauh dari sumber informasi tidak membuatnya hilang akal, justru hal tersebut memotivasinya untuk semakin banyak belajar – lewat berbagai buku yang dikoleksinya, internet, dan pertemanannya.
Iman memulai ketertarikannya pada dunia sosial sejak dini. Pada usia 10 tahun, ia terpanggil untuk membuka perpustakaan kecil di depan rumahnya dan mengajar pelajaran sekolah bagi anak-anak sekitar tempat tinggalnya setelah ia melihat banyak anak-anak yang tidak seberuntung dirinya mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas. Ketika menginjak bangku SMA, ia aktif dalam Forum Anak Daerah Sumbar dalam kapasitasnya sebagai Sekjen guna mengampanyekan hak-hak anak khususnya hak partisipasi anak. Selain itu ia juga mendirikan Komunitas Anak Kritis Indonesia, sebagai wadah bagi pemuda di Sumbar untuk mengekspresikan diri, mengembangkan potensi dan mengkritik fenomena sosial dengan cara-cara kreatif. Atas perannya dalam mengampanyekan hak anak, pada tahun 2008 Iman dianugerahi Penghargaan Pemimpin Muda Indonesia oleh Presiden RI dan UNICEF Indonesia serta pernghargaan ‘Mondialogo Junior Ambassador’ dari Daimler dan UNESCO di Beijing, Cina.
Pada tahun 2009, Iman bersama teman kuliahnya mendirikan Indonesian Future Leader (IFL) guna mendorong keterlibatan anak muda dalam perubahan sosial. Selain IFL, semasa kuliahnya, Iman juga menggagas sejumlah kegiatan pemberdayaan kepemudaan seperti Kampanye AyoBerbagi, Parlemen Muda Indonesia, dan InspireCast. Atas kontribusi dan kepemimpinannya di bidang pemberdayaan pemuda, Iman dianugerahi berbagai penghargaan baik di Indonesia mapun di luar negeri.
Meski sibuk dengan berbagai kegiatan, Iman tetap berprestasi di sekolah. Semasa SMA, ia lulus dengan predikat Siswa Teladan se-Sumbar dan ‘Asia Pacific Microsoft Innovative Student Award 2009). Semasa kuliah ia berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya dalam waktu 3.5 tahun dan segala prestasinya membawanya memperoleh penghargaan Mahasiswa Berprestasi Utama Tingkat 1 Nasional tahun 2013 oleh Kemendikbud RI. Ia melanjutkan pendidikan masternya di bidang International Education Development di Columbia University dan lulus dengan IPK 3.90.
Dalam buku ini Iman membuat para pembacanya menyadari, bahwa kegagalan adalah pembelajaran, dan kesuksesan adalah berkah untuk berbagi dan mengispirasi orang lain agar tidak menyerah dengan keadaan. Sederet prestasinya yang ia dapatkan tak lepas pula dari motivasi untuk bangkit dari kegagalan yang pernah ia alami dahulu. Mulai dari ketika semasa SMA ia pernah mencalonkan diri sebagai ketua OSIS dan ketika ia mengampanyekan visi misi saat pemilihan, ia dilempari sampah makanan oleh temannya dan hal tersebut sempat membuat kepercayaan dirinya luntur, namun waktu berlalu dan ia menemukan mentor yang amat berjasa dalam hidupnya shg ia dapat membangun kepercayaan dirinya kembali shg pada tahun 2011, ia berbicara di panggung Majelis Umum PBB di depan pemimpin dunia. Hingga akhir 2018, ia sudah berbicara di ratusan tempat di puluhan negara. Banyak orang yang skrg mengenalnya justru karena hal yg sebelumnya ia takutkan – berbicara di depan umum.
Ketika lulus kuliah, satu hal yang muncul di benaknya adalah ia ingin menjadi guru. Ia pun mendaftar ke berbagai sekolah di Jakarta dan bandung, namun tak ada satupun sekolah yang menerimanya, lagi lagi ia ditolak. Ia pun mencoba cara lain yaitu mendaftar di yayasan / NGO, ia pun mendaftar ke berbagai organisasi sosial namun lagi lagi ia menerima penolakan. Sulit bagi Iman untuk menerima hal tsb saat dikala itu ia juga yakin dgn prinsip ‘hasil tidak akan mengkhianati usaha’. Ia saat itu merasa tidak paham akan yang kurang dari dirinya sehingga menerima penolakan disana sini.
Fast forward, lahirlah gagasan untuk mendirikan Ruangguru. Iman berpikir bahwa itu adalah bentuk kontribusi yang bisa ia berikan bagi Indonesia “Kalau enggak ada yang mau terima gue jadi guru, ya sudah gue jadi guru dengan cara gue sendiri” ujar imam mengenai prinsipnya saat itu yang ia sampaikan dalam buku ini.
Di tahun 2014, ia bersama Berva meluncurkan Ruangguru, yang kini membantu ratusan ribu guru dan lebih dari 10 juta pelajar di seluruh Indonesia serta mempekerjakan lebih dari 1.500 pegawai. Pengalaman ditolak tadilah yang justru membuat gue berpikir untuk mencari alternatif solusi. Mungkin kalau gue tidak mendapat penolakan saat berjuang menjadi seorang guru, hari ini Ruangguru tidak akan pernah ada. begitulah Iman memaknai tiap kegagalan yang ia alami.
Melalui buku ini, kita tidak hanya mengenal sosok Iman Usman, namun juga dalam buku ini, kita dapat belajar tentang bagaimana kita memaknai kehidupan kita di dunia untuk memberikan kontribusi dan manfaat bagi orang banyak. Buku ini dibawakan dengan bahasa yang santai oleh pengarang sehingga mudah dipahami dan cocok dibaca dikala santai sambil mengemil opor ayam dan kue lebaran di senja hari.