Beredar tangkapan layar beisi surat berkop Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dikutip dari Kompas (11/10), Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Kemendikbud), Nizam, membenarkan bahwa surat yang beredar di media sosial berasal dari Kemendikbud.
Merespon surat tersebut, Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) menilai imbauan untuk kampus agar menyosialisasikan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) penuh kontradiksi dan melanggar kebebasan akademis.
Dilansir dari Republika, Satriawan Salim (Koordinator P2G) mengatakan hal tersebut dikarenakan draf final UU Ciptaker saja tak bisa diakses oleh kalangan akademisi, aktivis masyarakat sipil, bahkan oleh public umumnya hingga sekarang.
“Apalagi ditambah keterangan DPR jika draf tersebut belum final, lantas yang disahkan ketika sidang Paripurna itu apa? Terus apanya yang harus disosialisasikan oleh Universitas?” dikutip dari Republika (12/10), ditulis pada Senin (12/10).
Menurutnya, di satu sisi Kemendikbud membuat kebjakan Kampus Merdeka, namun di sisi lain memasung kemerdekaan kampus dalam menjalankan fungsi kritisnya. Perihal menginstruksikan para dosen senantiasa mendorong mahasiswa melakukan kegiatan intelektual dalam mengkritisi UU Ciptaker, aksi turun ke jalan yang dilakukan oleh mahasiswa melakukan kritik itu sendiri. Ia menilai, semestinya Kemendikbud memberi apresiasi kepada mahasiswa yang sedang melakukan aktivitas kritisnya pada DPR.
P2G juga berharap agar kedepannya Kemendikbud tidak perlu ‘alergi’ terhadap kekritisan mahasiswa dan dosen terkait UU Ciptaker. Demonstrasi merupakan wujud kebebasan akademik, sehingga seharusnya Kemendikbud tidak mengekang.
“Para mahasiswa sesungguhnya sedang menunaikan tugasnya sebagai kelompok intelektual yang tak berjarak dengan rakyat. Kemendikbud hendaknya paham jika kampus itu bukan lembaga tukang sttempel,” ujarnya menambahkan, dikutip dari Republika (12/10), ditulis pada Senin (12/10).
Sumber:
Republika (https://republika.co.id/amp/qi2d4e384)