Kemendikbud mengeluarkan kebijakan bolehkan aktivitas belajar mengajar secara tatap muka dilakukan di zona kuning pandemi Covid-19. Hal ini disampaikan oleh Nadiem Makarim pada konferensi pers secara daring, Jumat (7/8) dan diberlakukan dengan sejumlah persyaratan meliputi izin dari Pemda setempat, Kepala Sekolah, dan orang tua siswa. Tidak terlepas dari pro dan kontra, KPAI turut mengkritik kebijakan Kemendikbud bolehkan belajar tatap muka di sekolah zona kuning ini.
KPAI Menilai Kebijakan Ini Sangat Berisiko Bagi Anak-anak.
Jika berkaca pada data dari Gugus Tugas COVID-19, sekolah yang diizinkan untuk kembali menggelar pembelajaran tatap muka berada di 249 kabupaten/kota atau 43 persen jumlah peserta didik.
“KPAI memandang bahwa hak hidup dan hak sehat bagi anak-anak adalah yang lebih utama di masa pandemi saat ini. Apalagi, Dokter Yogi dari IDAI dalam rapat koordinasi dengan Kemendikbud beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa anak-anak yang terinfeksi Covid-19 ada yang mengalami kerusakan pada paru-parunya,” jelas Komisioner KPAI, Retno Listyarti dalam keterangan tertulisnya, Jumat (7/8) dilansir dari KumparanNews.
Menurut Retno, anak-anak memiliki potensi dalam menularkan Covid-19 kepada orang yang rentan sehingga tingkat kematian akan terus meningkat. Hal ini tentu bisa menyebabkan pandemi ini sulit berakhir.
(Baca juga: Surabaya Siapkan Skenario Pembelajaran Tatap Muka di Sekolah, Epidemiolog: Saya Kurang Setuju)
Retno mengkritik bahwa seharusnya pemerintah mengevaluasi kebijakan sebelumnya ketika membuka sekolah di zona hijau sebelum memperbolehkan sekolah zona kuning ikut belajar secara tatap muka. Dengan adanya peraturan dan anjuran protokol kesehatan yang ketat, faktanya terdapat kasus positif Covid-19 yang ditemukan usai sekolah dibuka, yakni di Pariaman, Sumatera Barat, dan di Tegal, Jawa Tengah.
Selain itu, dilansir dari Tribunnews, Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Arist Merdeka Sirait juga sempat memberikan tanggapan terkait kebijakan pembelajaran tatap muka di sekolah ini, Sabtu (8/8/2020) pada sebuah acara TV.
“Sekalipun dari 36 ruangan yang biasa dikurangi menjadi 50 persen, itu siapa juga yang akan menanggung itu,” ujar Arist Sirait pada siaran Kabar Siang TVOne dilansir dari Tribunnews.
(Baca juga: Universitas Indonesia Terima Dukungan Dana Rp3,1 Miliar untuk Danai Riset Covid-19)
Lebih Baik Fokus Pada Cara atau Metode yang Memudahkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)
Arist Sirait juga mempertanyakan sikap dan peran dari pemerintah yang justru terkesan memaksakan dan lebih memilih mempertaruhkan risiko. Menurutnya, pemerintah sebaiknya dapat lebih fokus memikirkan cara memudahkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau belajar daring dengan turut memberikan bantuan sarana pendukungnya. Sebagaimana metode belajar ini mempunyai risiko penularan Covid-19 yang lebih rendah.
“Maksud saya adalah bukan berarti kita dengan kebijakan pemerintah itu untuk mengabaikan hak atas pendidikan, tidak, tetapi bagaimana hadirnya pemerintah di dalam sekolah yang non tatap muka itu, seperti orang tua diberikan silabus untuk mengajari anak di rumah dan sebagainya,” jelas Arist.
Jangan lewatkan info seputar pendidikan di Campuspedia. Kamu bisa follow Instagram dan Twitter Campuspedia supaya kamu gak ketinggalan info ter-update dan konten seru lainnya.
Sumber:
Tribunnews.com. (2020). KPAI Tak Setuju dengan Kebijakan Kemendikbud yang Izinkan Sekolah Tatap Muka Siapa yang Menjamin? (https://wow.tribunnews.com/amp/2020/08/08/kpai-tak-setuju-dengan-kebijakan-kemendikbud-yang-izinkan-sekolah-tatap-muka-siapa-yang-menjamin?page=2&_ga=2.239281991.5769029.1596939896-1424062529.1557028180).
Kumparan.com. (2020). Pro Kontra Rencana Pembukaan Sekolah di Zona Kuning (https://kumparan.com/kumparannews/pro-kontra-rencana-pembukaan-sekolah-di-zona-kuning-1txue7a4Pud/full).